-
Info
PAI
Wawasan-Islam
Riwayat Hidup Haji Agus Salim
RIWAYAT HIDUP HAJI AGUS SALIM |
A.
Latar Belakang Keluarga
Riwayat Hidup Haji Agus Salim. Kota Gadang, Kampung
asal dan kelahiran Agus Salim, termasuk salah satu kampong di wilayah
Minangkabau yang letaknya di kaki gunung Singgalang di seberang lembah Ngarai
dari Bukit Tinggi dengan Panorama yang indah, permai dan hawa yang sejuk.
Masyarakat Minangkabau di samping sangat kuat berpegang pada tradisi adat
budayanya juga teguh terhadap agama Islam.
Haji Agus Salim yang
dilahirkan di kota Gadang, Bukit Tinggi (Minangkabau), pada tanggal 8 Oktober
1884 adalah putra seorang Pejabat Pemerintah sekaligus berasal dari kalangan
bangsawan yang taat beragama.
Ayahnya adalah Angku
Sutan Muhammad Salim, ia adalah Hoofd Djaksa pada Laadraad di Riau en
Onderhorigheden atau Jaksa Kepala Pengadilan negeri Riau dan daerah bawahannya.
Dia pernah menerima bintang penghargaan tertinggi dari Ratu Wilhelmina atas
kesetiaannya dalam pengabdian kepada pemerintah. Sedangkan Ibunya bernama Siti
Zaenab. Kedua orang tua Haji Agus Salim berasal dari keluarga yang terhormat
dan taat dengan hal-hal yang bersifat religius.
Adapun silsilahnya
dari Suku Pilang, Kota Gadang, Bukit Tinggi, yang mempunyai tujuh orang istri.
Dari istri pertama di Kota Dt. Dinegeri mendapatkan keturunan lima orang putra
putri. Seorang putra diantaranya bernama Abdurahman Dt. Rangkayo Basa, yang
mempunyai empat istri dan memperoleh keturunan 14 (empat belas) orang
putra-putri. Enam orang diantaranya diperoleh dari istri ketiga bernama Tuo
Sini, yaitu Sutan Muhammad Salim, Sutan Adjam, Haji Tamin, Syafiah, Siti
Maryam, dan Siti Asiah. Salah satu putranya yang bernama Sutan Muhamad Salim,
mempunyai tiga orang istri dengan 15 (lima belas) orang putra-putri.
Diantaranya Siti Damilah, Abdul Chalid Salim,Siti Jawahir, Siti Sa’adah, Siti
Syariah, Jacob Salim, Agus Salim, Abdur Razak Sakhir, Salimatun Nurunnahar,
Mahyuddin Badrul Alam ( Bay Salim ), Muhammad Mohdlar, Sinadjoedin Salim, Siti
Kamilatul Badriah Salim, Al-Ghozi, dan yang terakhir Abdurahman. Dua istri yang
pertama dan kedua meninggal serta memperoleh empat orang keturunan. Kemudian
Sutan Muhammad Salim menikah lagi dengan Siti Zaenab dan mempunyai anak pertama
Agus salim. Jadi Agus Salim bin Sutan Muhammad Salim bin Abdurrahman Dt.
Rangkayo Basa bin Abdullah bin Abdul Aziz.
Nama asli Agus Salim
adalah Masyhudul Haq, yang diberikan ayahnya dengan harapan semoga anaknya
kelak menjadi Tokoh Pembela Kebenaran, sesuai arti perkataan tersebut.
Perubahan nama dari
Masyhudul Haq menjadi Agus Salim, karena masa kecilnya sering jatuh sakit,
sedangkan pembantu rumah tangga keluarganya kebetulan berasal dari Jawa dan
mempunyai kebiasaan memanggil anak laki-laki majikannya dengan sebutan “Gus“,
dari sebutan “Bagus“. Disamping itu ketika Masyhudul Haq sudah duduk di bangku
sekolah, juga mendapat panggilan “August“ dari gurunya (orang Belanda). Dengan
demikian nama Masyhudul Haq semakin tidak popular dan tidak pernah terdengar
lagi sebagai sebutan namanya. Tetapi
tidaklah demikian dengan nama Agus Salim (Agus anak Tuan Salim). Bahkan menjadi
nama panggilan sehari-hari dan terus dipakai hingga meninggalnya. Begitu juga
ayahnya (Sutan Salim) menghendaki bahwa bagi anak cucunya yang laki-laki agar
menggunakan Salim dibelakang namanya.
Telah diketahui bahwa
ayah dari Agus Salim menjabat sebagai Hoofd – Jaksa Negeri di Riau, oleh karena
itu ia sering berpindah tempat tugas. Hal ini menyebabkan anak dan istrinya
ikut pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Sebenarnya tradisi membawa anak
dan istri keluar dari daerah Minangkabau adalah suatu pelanggaran terhadap
adapt istiadat budaya yang ada. Tetapi dengan di bawa serta anak dan istrinya
oleh Agus Salim keluar dari Minangkabau menunjukkan bahwa beliau tidak
sependapat dengan tradisi yang ada. Menurut beliau anak laki-laki adalah
penanggung jawab keluarga sekaligus terhadap anak-anaknya sendiri sebab
bagaimanapun juga orang tuanya sendiri yang memiliki hubungan langsung, dan
akan lebih baik banyak memperlihatkan segi-segi kesantunan yang harus
dicurahkan kepada anaknya.
Sikap yang
diperlihatkan oleh orang tua Agus Salim, secara tidak langsung ikut memberi
pengaruh terhadap anak-anaknya terutama pembentukan watak pribadi mereka, dan
akan terlihat kelak bila sudah menginjak usia dewasa.
Menginjak usia
dewasa, Agus Salim bekerja sebagai Penerjemah, kemudian menjadi pembantu
notaries di Riau. Pada tahun 1905 bekerja pada Kongisi mencari arang batu di
Retih Indragiri sampai tahun 1906. Sejak tahun itu sampai tahun 1911 beliau
bekerja di konsultan Belanda di Djeddah. Selama 5 (lima) tahun di tanah Arab inilah,
ia sempat menunaikan rukun islam yang kelima, ia juga mempelajari Agama Islam
dengan sangat mendalam. Demikian pula mengenai pengetahuannya dalam bahasa
arab. Sebelum itu ia tidak pernah belajar agama dalam arti kata yang
sebenarnya. Hanya ketika masih kanak-kanak dahulu pernah diajar mengaji oleh
Haji Jacub yang berasal dari Demak. Sesudah kembali ke Indonesia, beliau lalu
bekerja pada Komisaris B.O.W di Jakarta sampai tahun 1912.
Pada tahun 1912 Haji
Agus Salim pulang ke Kota Gadang, untuk dikawinkan. Sebagaimana biasa dalam
masyarakat kita dahulu anak-anak dikawinkan atas kemauan orang tua. Itu sudah
menjadi adat-istiadat orang tua kita sejak jaman dahulu. Demikian pula dengan
Haji Agus Salim yang dikawinkan dengan gadis Zainatun Nahas, puteri dari
Almatsir kepala sekolah di berbagai kota Sumatera. Yang dilangsungkan pada
tanggal 12 Agustus 1912. Dan dikaruniai Tuhan 8 (delapan) orang putra-putri. 4
(empat) orang putera diantaranya bernama Yusuf Thaufik, Ahmad Syauket, Islam
Basari, Mansyur Abd. Rahmat Sidik. Sedangkan 4 (empat) orang puteri diantaranya
bernama Theodora Atik, Violet Hanifah, Maria Zenobia, Siti Asiah.
Kesibukan Haji Agus
Salim begitu banyak. Namun, ia masih sempat mendidik ank-anaknya di rumah.
Putra-putrinya tidak disekolahkan. Melainkan diajar sendiri dengan memberikan
pelajaran praktis, seperti membaca, menulis, menghitung, dsb. Kendatipun
demikian, berkat didikan ia yang telah dapat menanamkan kepercayaan pada
kekuatan diri sendiri putra-putrinya, maka ternyata putra-putrinyapun tidak
canggung bergaul dalam masyarakat. Bahkan juga pandai berbicara dalam berbagai
bahasa asing.
Sikap Haji Agus Salim
terhadap putra-putrinya tidaklah sebagai seorang dictator, melainkan seperti
pendidik yang senantiasa memberi bimbingan yang sebaik-baiknya.
Berikut ini gambaran singkat tentang biografi Haji Agus Salim :
8 Oktober
|
Lahir di Kota
Gedang, Bukit Tinggi bersekolah di ELS, kemudian di HBS Jakarta (Batavia)
|
Oktober 1906 s/d
Desember 1911
|
Dragoman di
Konsulat Belanda, Jedah. Risalahnya yang pertama mengenai astronomi.
|
Januari 1912
|
Komies Departemen
Onderwijs en Eredienst
|
September 1912
|
Komies di
Departemen BOW.
|
1912 - 1915
|
Membuka HIS
partikelir di Kota Gedang
|
1915
|
Menjadi anggota PB.
CSI bersama H.O.S. Tjokroaminoto, Abdul Muis, Wondoamiseno, Sosrokardono,
Alimin Prawirodirdjo dan lain-lain
|
1917 – Juli 1919
|
Hoofdredacteur
Bureau v.d. Volkslectuur en aanverwante aangelegenheden (Balai Pustaka) dan
juga pemimpin surat kabar Neratja
|
Oktober–November1919
|
Kongres SA Nasional
di Surabaya
|
25 Desember 1919
|
Sekretaris
Persatuan Gerakan Kaum Buruh. Semaun ketua, Surjopranoto wakil ketua.
|
1921 – 1924
|
Menjadi anggota
Volksraad Pertama sekali bahasa Indonesia digunakan dalam Dewan Rakyat oleh
Haji Agus Salim
|
8 – 11 Agustus 1924
|
CSI menjadi PSI Kongres
Nasional ke VII di Madiun
|
1924
|
Haji Agus Salim
melancarkan program baru. Ditegaskan politik nonkoperasi dengan Volksraad
|
1927
|
Ke Mekah sebagai
utusan
|
November 1927
|
Dengan
Tjokroaminoto mendirikan harian Fadjar Asia
|
Januari 1929
|
PSI menjadi PSII
Hindia Timur
|
Januari 1930
|
Kongres PSII di
Yogyakarta. terbentuk dewan partai Tjokroaminoto ketua, Haji Agus Salim wakil
ketua, Sangadji ketua Lajnah Tanfidziah, Dr. Sukiman wakil ketua Lajnah
Tanfidziah.
|
1929 & 1930
|
Anggota Delegasi
Perburuhan ke Jenewa
|
11-18 Desember 1933
|
Tjokroaminoto dan
Haji Agus Salim menyusun Manifest PSII
|
1935
|
Kongres PSII
Malang. Haji Agus Salim menjadi ketua Dewan Partai (Tjokroaminoto wafat 17
Desember 1934)
|
1936
|
Haji Agus Salim
membentuk Partai Penyadar
|
1940 – 1942
|
Non-aktif dalam
politik. Banyak mengarangkan risalah agama, kebudayaan, politik dan bicara di
depan corong radio PPRK dan NIROM mengenai berbagai soal
|
1943 – 1945
|
Menyusun
logat/istilah militer bahasa Indonesia untuk Tentara PETA (Pembela Tanah Air)
|
Okt. 1945 – Maret 1946
|
Penasihat pada
Menteri Luar Negeri
|
Maret 1946 – Juli 1947
|
Menteri Muda Luar
Negeri cabinet Sjahrir ke II & III
|
1947
|
Menghadiri
Inter-Asian Relations Conference di New Delhi sebagai wakil RI. Kemudian
terus ke negeri-negeri Timur Tengah.
|
1947
|
Berhasil dalam
usaha memperkuat hubungan persahabatan antara RI dengan negeri-negeri Arab.
Mesir, Siria dan Libanon mengakui de
jure kemerdekaan dan kedaulatan RI pada aksi militer Belanda di Indonesia
bersama Sjahrir mengemukakan soal Indonesia di Lake Success
|
Juli 1947 – 1950
|
Menteri luar negeri
dalam kabinet Amir Sjarifuddin
|
Februari – April 1950
|
Penasihat pada
Kementerian Luar Negeri RIS
|
April 1950
|
Penasihat pada
Kementerian Luar Negeri dengan gelar pribadi Duta Besar
|
3 – 15 Oktober 1950
|
Menghadiri IITH
Conference Institute of Pacific Relations sebagai utusan Indonesia, di
Lucknow, India
|
Januari – Juni 1953
|
Mengajar tentang
Kebudayaan Islam di Cornell University sebagai Guest Lecturer
|
Juni 1953
|
Pemimpin Perutusan
RI ke London menghadiri Penobatan Ratu Elizabet II
|
Agustus 1953
|
Menghadiri
Colloquium on Islamic Culture di Princeton.
|
September 1953
|
Kembali ke
Indonesia
|
8 Oktober 1954
|
Merayakan Hari
Ulang Tahun ke-70
|
4 November 1954
|
Wafat. Dimakamkan
di Taman Pahlawan Kalibata
|
17 Agustus 1960
|
Haji Agus Salim semasa hidupnya tidak
pernah diberi tanda jasa secara Anumerta dia diberi Bintang Mahaputera
Tingkat I dari Presiden RI / Panglima Tertinggi APRI.
|
20 Mei 1961
|
Satyalencana Peringatan Perjuangan
Kemerdekaan dari Presiden RI / Panglima Tertinggi APRI
|
27 Desember 1961
|
SK Presiden RI no.
657 Tahun 1961 ditetapkan/diakui sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
|
B. Pendidikan Haji Agus Salim
Pada tahun 1891,
ketika Haji Agus Salim berumur 7 tahun, beliau sudah mulai masuk sekolah dasar
Belanda yang bernama “Europeesche Lagere School“ (ELS) di Riau dan tamat tahun
1898, ELS adalah sekolah rendah dengan sistem pendidikan Barat, yang lama masa
belajarnya 7 tahun dan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya. Adapun yang
dapat memasuki ELS ini adalah anak-anak keturunan Eropa dan Timur Asing. Bagi
penduduk Bumi Putera, hanya anak-anak pegawai tinggi dan bangsawan yang
diperbolehkan masuk sekolah ELS. Sedangkan anak-anak bumi putera lainnya
umumnya sekolah pada Hollandsche Inlandsche School yang masa belajarnya selama
3 tahun untuk kelas 2 dan lima tahun untuk kelas I.
Meskipun sekolah ini
biasanya hanya menerima anak-anak keturunan Eropa tetapi Agus Salim dan
kakaknya dapat di terima di ELS karena ayahnya Sutan Muhammad Salim di angkat
oleh pemerintah Hindia Belanda menjadi Hoofd Djaksa pada pengadilan negeri di
Riau.
Sejak di ELS ini,
Agus Salim telah menunjukkan kecerdasannya sehingga seorang guru kepala bernama
Brouwer memohon kepada Sutan Muhammad Salim agar anaknya dapat tinggal dan
dididik bersamanya, permintaan ini dipenuhi ayah Salim, tetapi dengan syarat
Salim boleh belajar di rumah Brouwer sedangkan untuk tidur harus di rumah.
Setelah lulus ELS,
Agus Salim yang sudah berumur 13 tahun meninggalkan kampong halamannya untuk
melanjutkan sekolahnya di Batavia yaitu di Hogere Burger School (HBS). HBS
adalah sekolah lanjutan atau menengah yang juga merupakan sekolah dengan system
pendidikan Barat (Belanda), dan lama masa belajarnya lima tahun. Seperti juga
ELS hanya anak-anak bumi putera dari kalangan orang tua yang mempunyai
kedudukan tinggi dan dari kalangan bangsawan yang dapat masuk ke HBS.
Di HBS ini lagi-lagi
Agus Salim menunjukkan kecermelangan otaknya, sehingga beliau menjadi siswa HBS
yang mempunyai prestasi paling gemilang di seluruh HBS yang ada di Hindia
Belanda. Ketika itu ada 3 (tiga) buah HBS di kawasan Hindia Belanda yaitu di
Batavia, atau Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Selama studi di HBS
beliau tinggal bersama keluarga Koks, dan dapat hidup rukun dengan
anak-anaknya. Agus Salim sering bercerita tentang keluarga Kok ini yang
melanjutkan betapa dia menyimpan kenangan dari keluarga tersebut. Prof. T.H. Koks adalah orang yang tunjuk
sebagai wali dan pengasuh oleh ayah Agus Salim.
Lima tahun Agus Salim
mengenyam pendidikan gi HBS, telah membawa pengaruh yang besar dalam dirinya.
Masa-masa studi di HBS ini, Agus Salim mulai mengenal dan tertarik kepada paham
social democrat, yang nanti dikembangkannya menjadi sosialisme Islam, setelah
beliau mendalami masalah keislaman di Mekkah.
Pada tahun 1903, Agus
Salim yang sudah berumur 19 tahun tamat dari HBS, dengan predikat sebagai juara
pertama. Kemudian beliau berkeinginan melanjutkan ke bidang kedokteran di
negeri Belanda. Tetapi impiannya terhalang oleh biaya pendidikan yang amat
mahal, dan sebagai orang pribumi Agus Salim juga tidak berhak mendapatkan
beasiswa. Sutan Muhammad Salim telah berusaha mendapatkan beasiswa dengan cara
mengajukan permohonan untuk memperoleh persamaan status (gelijgesteld) yaitu
disamakan kedudukannya dengan orang Eropa. Dengan harapan setelah disamakan
statusnya akan mudah mendapatkan beasiswa. Tetapi kenyataannya setelah
gelijgsteld keluar tidak dapat menolong Agus Salim untuk memperoleh beasiswa.
Sementara itu berita
kepandaian dan kegagalan Agus Salim menerima beasiswa terdengar oleh R.A.
Kartini, sehingga menimbulkan rasa simpatinya untuk memperjuangkan kemudahan
Agus Salim agar dapat belajar di negeri Belanda dengan cara mengalihkan
beasiswa yang diterimanya untuk belajar ke negeri Belanda itu untuk Agus Salim.
Mengenai hal ini dapat dilihat dalam surat R.A. Kartini tertanggal 24 Juli 1903
yang ditujukan kepada Tuan Abendanon yang disampaikan melalui istrinya nyonya
J.H. Abendanon. Surat itu antara lain berbunyi :
Sekarang saya mempunyai permohonan
tentang perkara besar, besar sekali yang ditujukan kepada ibu. Sebenarnya ingin
saya tujukan kepada tuan. Sudikah menyampaikan kepada yang mulia ? Hati kami
sangat tertarik kepada seorang anak muda dan ingin sekali kami melihat ia
bahagia. Anak muda itu namanya Agus Salim, orang sumatera berasal dari Riouw.
Tahun ini ia menempuh ujian HBS, dan mencapai nomor 1 dari ketiga HBS. Anak itu
ingin pergi ke negeri Belanda untuk belajar jadi dokter: Sayang, keadaan
keuangannya tidak mengijinkan. Gaji ayahnya hanya f. 150. sekalipun menjadi
kelasi, dia mau, asal dapat pergi ke negeri Belanda.
Pada akhirnya usaha
yang dilakukan oleh ayah Agus Salim dan himbauan yang diusahakan oleh R. A.
Kartini agar AGus Salim memperoleh beasiswa kandas, pemerintah tidak juga
memberikan beasiswa kepada Agus Salim. Dengan demikian pendidikan formal Agus
Salim hanya sampai di HBS dan untuk selanjutnya Agus Salim belajar secara
otodidak.
Setamat dari HBS itu,
Agus Salim kembali ke Riau. Disana Agus Salim bekerja sebagai penerjemah dan
pembantu notaries. Setelah satu tahun, dia pindah kerja ke sebuah perusahaan
pertambangan batubara partikelir si Retih, Indragiri dari tahun 1904 – 1906.
Tahun 1906 Agus Salim
kembali ke Jakrta dan bertemu dengan C. Snouck Hourgrounye, seorang penasehat
urusan pribumi dan Islam, yang paling terkenal. Snouck rupanya sudah mengetahui
cita-cita Agus Salim, tetapi beliau menyarankan tidak perlu pergi ke negeri
Belanda untuk belajar kedokteran sebab menurut Snouck gaji seorang dokter itu
kecil.
Snouck kemudian
menawarkan alternative lain pada Agus Salim bukan untuk melanjutkan studi,
tetapi bekerja sebagai konsul Belanda di Jeddah, Saudi Arabia. Tawaran Snouck
ini diterima Agus Salim dan didukung oleh kedua orang tuanya.
Pada tahun 1906 Agus
Salim mulai bekerja di Jeddah. Selain itu beliau juga mulai belajar pada
pamannya yang bernama Syeikh Ahmad Khatib.
Pekerjaan Agus Salim
di Mekkah yang selalu berhubungan dengan masalah0masalah keislaman dan
kesungguhannya dalam mempelajari ajaran-ajaran islam baik secara langsung dengan
para ulama yang ada di Mekkah dan Madinah maupun lewat kitab-kitab berbahasa
Arab. Beliau juga belajar dari buku-buku Islam modern yang dikarang oleh
ulama-ulama Islam terkemuka seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani dan
Ibnu Taimiyah yang sangat berpengaruh dalam hidupnya. Hal ini telah banyak
membuat perubahan pada dirinya terutama dalam hal keyakinan terhadap agama
Islam. Seperti dikisahkan sendiri : Semasa itu keislamanku seolah-olah bawaan
kebangsaan saja dan bukanlah menjadi agama keyakinan yang bersungguh-sungguh.
Tetapi selama 5 tahun di Saudi Arabia saya lima kali naik haji dan bertambah dalam sikap saya terhadap
agama, dari pada tidak percaya menjadi syak dan dari pada syak menjadi yakin
mengakui keadaan Allah dan agama Allah.
Agus Salim juga
mempelajari agama-agama lain sebagai bahan perbandingan dan untuk memperkuat
keyakinan agamanya. Dengan memperbandingkan agama Islam dengan agama-agama lain
maka Agus Salim akan mantap melaksanakan syariat Islam.
Sekembalinya dari
negeri Arab (1911), Agus Salim banyak mengalami perubahan. Diantaranya yaitu
sikap yang menunjukkan seorang muslim yang alim dan menguasai bahasa Arab
dengan baik, juga pemikiran mengenai ummat Islam di Indonesia dewasa itu, yang
katanya, “ ummat Islam Indonesia mundur lantaran salah dalam menafsirkan
ajaran-ajaran Islam “.
Pada tanggal 12
Agustus 1912 Agus Salim yang sudah mencapai umur 27 tahun mempersunting
Zainatun Nahar Almatsier yang lahir tanggal 16 Desember 1893. Setelah bekerja
pada Jawatan Pekerjaan Umum (BOW Burgerlijke Openbare Werken) di Jakarta. Pada
akhirnya Agus Salim kembali ke kota Gadang dan mendirikan sekolah dasar swasta
(HIS). Dan istrinya itu masih ada hubungan keluarga dengan ayahnya. Jadi masih
saudara sepupu.
Setelah tiga tahun
Agus Salim tinggal dikampungnya dari tahun 1912 sampai akhirnya 1915, beliau
memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Bagi Agus Salim peristiwa ini mempunyai
arti yang penting, karena pada tahun 1915 tersebut untuk pertama kalinya Agus
Salim menjadi anggota gerakan Syarikat Islam (SI).
Yang artinya Agus
Salim telah memulai perjuangan yang bersifat nasional, diawali dengan
pertemuannya dengan Cokroaminoto, sebagai pemimpin Syarikat Islam, pada tahun
1915.
Selain aktif dalam
organisasi SI di tahun 1925 di kota Yogyakarta beliau turut serta mendirikan
JIB (Jong Islamietend Bond), sekaligus diangkat sebagai penasehatnya, terutama
dalam soal-soal keislaman. Baginya merupakan satu kesempatan untuk memperdalam
tentang sejarah Islam, hokum Islam dan mendalami Al-Qur’an dan lain-lain seperti
dikatakannya ketika berada di Cornell University, Ithaca, Amerika Serikat pada
tahun 1953, yaitu: Saya menjadi
penasehat soal-soal keislaman pada perhimpunan Muhammadiyah, pada Al-Irsyad,
juga Syarikat Islam serta pada perkumpulan pemuda pelajar Islam (JIB).
Beliau juga aktif menyampaikan ceramah, pidato dan diskusi mengenai soal-soal
keislaman. Antara lain menyampaikan tentang gerakan Islam modern yang
dipelopori oleh Jamluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh.
Pada masa pendudukan
Jepang di Indonesia (1942-1945) usia Agus Salim telah mencapai 60 tahun.
Sedangkan usaha dan kegiatan yang dilakukannya tidak menonjol seperti
tahun-tahun sebelumnya, terutama kegiatan yang hubungannya dengan kepentingan
ummat.
Menjelang proklamasi
kemerdekaan Indonesia Agus Salim aktif dalam pusat tenaga rakyat (PUTERA)
bersama Bung Karno dan Bung Hatta dan lain-lain. Selanjutnya beliau menjadi
anggota BPUPKI dan duduk dalam PPKI bersama Prof. Soepomo dan Prof. Husein
Djajadiningrat dan lain-lain.
Pasca kemerdekaan
Indonesia (1945) secara berturut-turut beliau menduduki jabatan dalam cabinet:
Semula menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung, kemudian menjadi Menteri Muda
Luar Negeri dalam cabinet Syahrir II (1946) dan dalam cabinet Syahrir III
(1947), juga menjadi Menteri Luar Negeri dalam cabinet Hatta I dan II (1948 –
1949). Selanjutnya sekitar tahun 1949 bersama Bung Karno, Bung Hatta, Mr.
Mohammad Roem, Ali Sastroamidjojo, dan lain-lainnya, Agus Salim diasingkan oleh
pemerintah Belanda ke Bangka. Tahun 1949 pasca pengasingan, beliau tidak lagi
sebagai Menteri Luar Negeri RI, tetapi menjadi penasehat ahli Menteri Luar
Negeri RI, karena mengingat usianya yang sudah lanjut (66 tahun).
Pada tahun 1953, Agus
Salim berangkat ke Amerika Serikat guna memenuhi undangan dari Cornell University
Itacha dan Priceton University di Amerika Serikat. Beliau diangkat sebagai guru
besar luar biasa dalam mata kuliah “Pergerakan
Islam Indonesia” selama satu tahun. Pada akhir tahun 1953 beliau kembali ke
tanah air. Menjelang usianya yang ke-70 tahun, sahabat, kawan, pengikut, dan
murid-muridnya membentuk suatu panitia memperingati 70 tahun dari usia beliau.
Upacara peringatan diselenggarakan secara sederhana tetapi meriah tepat tanggal
8 Oktober 1954 di Jakarta. Tetapi mencapai satu bulan dari peringatan usia 70
tahunnya, beliau meninggal dunia di RSUP (Jakarta 4 November 1954) karena sakit
beberapa hari sebelumnya. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata,
selanjutnyadiangkat sebagai Pahlawan Nasional secara Anumerta (1961) melalui
surat keputusan Presiden RI Nomor 657 Tahun 1961, sebelumnya dia juga menerima
2 macam bintang kehormatan dari Presiden RI.
Meskipun Agus Salim
telah tiada namun nama beliau tetap harum sepanjang masa. Sikap hidupnya yang
selalu optimis adalah cerminan dari keyakinan terhadap agama (Islam), begitu
pula kesederhanaannya merupakan cerminan dari kepribadiannya yang Islami. Apa
yang dilakukan olehnya sebenarnya tidak bias dilepaskan dari latar belakang
pendidikan yang diperolehnya, baik dari lingkungan keluarga, pendidikan formal
dan belajar secara otodidak.
Sikap dan perilaku
yang diterapkan oleh Agus Salim pada akhirnya menjadi tauladan dan acuan bagi
generasi yang hidup semasanya serta bagi generasi berikutnya. Beliau tidak
meninggalkan setumpuk harta bagi keturunannya tetapi meninggalkan berbagai
prestasi yang tidak ada duanya, yang besar manfaatnya terhadap ummat Islam di
Indonesia baik pada zamannya, sekarang maupun akan datang.
C. Karya-karya Haji Agus Salim
Haji Agus Salim
selain dikenal sebagai tokoh Nasional beliaupun popular sebagai penulis
berbagai artikel dan sejumlah risalah telah diterbitkan, baik berupa buku
maupun terbit melalui Surat Kabar dan Majalah.
Kebanyakan buku-buku
karangan beliau berupa risalah-risalah pendek selain tipis isinya juga ringan sifatnya.
Isi buku-bukunya umumnya membahas sesuatu masalah, seperti soal-soal politik,
kebudayaan, sejarah, tetapi yang sangat menonjol adalah masalah-masalah
keagamaan antara lain sebagai berikut :
1. Islam meliputi :
a.
Dari
Qur’an dan sebagainya, dalam buku Adat Contra Islam, Jakarta, 26 Mei 1934
b.
Hari
Raya Idul Fitri, dalam buku Idul Fitri
c.
Cerita
Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad Saw, Sumber Ilmu, Jakarta, 1352 H-1935 M.
d.
Hukum
yang Lima, dari buku hukum yang lima dan dalam agama Islam, Sumber Ilmu,
Jakarta, 1941
e.
Perempuan
dalam Islam, Hindia Baroe, 17 dan 18 April 1925
f.
Iamn
dan Bahagia tidak Bercerai, Fadjar Asia, 6 Juli 1928
g.
Ketuhanan
Yang Maha Esa, Hikmah, 25 Juni 1953
h.
Jong
Islameitend Bond, Hindia Baroe, 9 Januari 1925
i.
Gods
Laatste Boodshap de Universele Gods Dienst, Sumber Ilmu, Jakarta, 1937
j.
Godsdienst,
dari buku Tauhid, de Belijdenis Van de enique God, Nomer 1, Sumber Ilmu, 1935
k.
Persatuan
Islam (Khutbah Jum’at) dimuat dalam Surat Kabar dunia Islam, 23 Maret, 1923
l.
Wajib
Bergerak ( Khutbah Jum’at) dimuat dalam Surat Kabar Dunia Islam, 23 Maret 1923
m.
De
Brhofte Oom Godsdienst, dalam Majalah Het licht, tahun 1, 1925
n.
De
Sluiering en Afzondering der Vrouw, dalam Majalah Het Leicht, tahun 2, 1926.
2. Politik, meliputi :
a.
Lahirnya
Tipis, Isinya Dalam, dimuat dalam surat kabar Neratja, Kamis 4 Oktober, 1917
b.
Benih
Pentjederaan, dimuat dalam surat kabar Neratja, Selasa, 7 Januari, 1919
c.
Herziening
Van Het Regeeringsreglement, Algemene Beshouwigen (Verlag), dimuat dalam HVR,
1922 4e Vergedering, Maandag, 13 November, 1922
d.
Eerst
Algeemene Aavulling begrootiong Voor, 1923; Afd. IV, Vergadering, Zatendag, 9
Desember, 1922
e.
Eesrst
Algemene Aavulling begrootiong Voor, 1923; Afd. IV, Dept. Van Bennerlandsch
Bestuur, dalam, HVR, 1922, 25 site Vergadering, Dinsday, 19 Desember, 1922
f.
Wijazigeingen
Aanvulling Van De Koeleiodonantie Sumatra’ 3 Ootskust, dalam HVR 1923 e
Vergadering, Vrijdag, 2 November, 1923
g.
Onwelwildend,
Onbillijk, Onwar, Maarniet Onpar Tijdig, dalam Majalah Het Licht, No. 1 tahun 2
Maret 1926
h.
Hak
Berserikat dan Berkumpul dalam buku Berserikat dan berkumpul, Jakarta, 1919
i.
Pergerakan
Politik Indonesia, dalam Pemimpin Umum “Pergerakan Penyadar”.
j.
Hendak
mengapa masuk Volksraad?, Pedoman Masyarakat, 26 Oktober, 1938
k.
Moh.
Hatta dihinakan, Mustika, 21 November, 1931
l.
Indonesia
Merdeka, Hindia Baroe, 14 Mei, 1925
m.
Cinta
Bangsa dan Tanah Air (Polemik), 16 Juli 1928, 18 Agustus 1928, 20 Agustus 1928
n.
Soal
Yahudi dan Palestina, harian Pandji Islam, 9 Januari 1939
o.
Politik
Bajingan, Harian Fadjar asia, 11 Januari 1928
p.
Hak
Berserikat dan berkumpul, buku Berserikat dan berkumpul, Jakarta 1919
q.
Kemajuan
yang diperoleh karena usaha, dimuat dalam Surat Kabar Neraca, Sabtu 15
September 1917, no. 53 tahun 1
r.
Kemajuan
Perkara Harta, dimuat dalam Surat Kabar Neraca, Kamis 11 Oktober 1917, No. 71
tahun 1
s.
Kemajuan
Perempuan Bumi Putera, dimuat dalam Surat Kabar Neraca, Selasa 4 September
1917, No. 45 tahun 1
3.
Kebudayaan,
meliputi :
a.
Agama
dan kebudayaan, dari Majalah kebudayaan, tahun 1953
b.
Dardaulla,
dari Majalah Pujangga Baru, tahun 1, 1933-1934.
4.
Falsafah,
meliputi :
a.
Keterangan
Filsafat tentang tauhid, takdir dan tawakkal dari buku;Keterangan filsafat
tentang tauhid, takdir dan tawakkal, Tintamas, Jakarta, 1953
5.
Ekonomi,
meliputi :
a.
Rasa
Kebangsaan dan Azaz Ekonomi, Fadjar Asia, 15 Februari 1929
b.
Ekonomi,
Sosial, dan Politik, Fadjar Asia, 15 Februari 1929
Disamping
itu Haji Agus Salim juga memiliki karya terjemahan antara lain :
a.
CW.
Ledbester, Kitab Theosofi, disalin oleh AF. Fakersma dan Haji Agus Salim,
Weltevieden, 1915
b.
Syarafoeddin
Maneri, Tasauf dapat diterima berbagai golongan atau kekuatan social politik
yang ada.
Demikian beberapa tulisan Haji Agus
Salim yang terdapat dalam kumpulan tulisannya yang pernah dipublikasikannya
untuk generasi selanjutnya dan terutama demi kepentingan nusa dan bangsa yang
tercinta ini.
Referensi:
Deliar
Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, (Jakarta; LP3ES, 1996)
Sohatno, Tokoh-t6okoh
Pemikir paham Kebangsaan : Haji Agus Dan Muhammad Husni Thamrin, (Jakarta;
Depdikbud, 1995)
Solichin
Salam, Haji Agus Salim: Hidup Dan Perjuangannya, (Jakarta; Jaya
Murni, 1961)
Kustianti Mochtar, Haji Agus
Salim Manusia Bebas, dalam seratus tahun Haji Agus Salim, Hasil
Tanjil et.al , (Jakarta: Sianar harapan, 1996)
Muhammad Hatta, Kenang-kenangan
Kepada Haji Agus Salim dalam Solichin Salam, haji Agus Salim pahlawan Nasional,
(Jakarta; Jaya Murni, 1963)
Muhammad
Roem, Bunga Rantai dari Sejarah 3, (Jakarta; Bulan Bintang, 1983)
Mr. J.H. Abendanon pada tahun 1900
menjabat Direktru Departemen Pendidikan, Agama, Dan Kerajinan Belanda.
Hasil Tanjil, et.al, Seratus
Tahun Haji Agus Salim, (Jakarta: Sinar Harapan, 1996)
No comments
Post a Comment