Info
KEMAMPUAN BERPIKIR
Manusia yang dicipta oleh tuhan sebagai
khalifah atau pemimpin di muka bumi ini mempunyai berbagai keistimewaan dan
kelebihan dibanding dengan makhluk-makhluk lain. Kelebihan dan keistimewaan ini
ialah karena manusia dikaruniai akal. Akal fikiranlah yang membedakan secara
kualitatif, di antara manusia dan hewan. Manusia dan hewan sama-sama menikmati
fungsi panca indra, namun manusia berbeda dengan hewan, karena manusia
dianugerah oleh Allah SWT berupa akal.
Berpikir merupakan suatu aktivitas akal dan
rohani yang berlaku pada seseorang akibat adanya kecenderungan mengetahui dan
mengalami. Ia disusun dengan teratur atau sistematis supaya lahirnya makna,
fakta dan pemahaman. Akal manusia berfungsi untuk mengingat. Manusia diberi
daya kognitif yang membolehkannya berpikir. Manusia juga diberi daya efektif
yang membolehkan emosi, perasaan dan kerja hati berhubungan dengan daya
kognitif. Oleh sebab itu lahir pemikiran. Pemikiran yang berkembang dapat
memberi dasar kepada lahirnya ilmu.
Akal atau pikiran adalah sumber ilmu
intelektual (intellectual knowledge) yang menghasilkan transfer knowledge dan
transfer velue melalui proses pemikiran melalui akal. Akal adalah tempat
bersemedinya kearifan dan kebijaksanaan (hikmah). AM adalah merupakan kurnia
Allah S.W.T. yang sangat berharga kepada hambaNya. Melaluinya manusia dapat
membuat pemikiran (rationalize), membentuk konsep (conceptualize), dapat
memahami (comprehend) dan sebagainya: Untuk memiliki sifat `kearifan' (wisdom),
seseorang perlulah menjalani latihan penajaman berpikir dan pendidikan
pembersihan akal.
Di samping itu, apabila dihubungkan dengan
otak, kearifan juga dikaitkan dengan `qalbu' atau hati manusia. Hati adalah
sumber ilmu yang menghasilkan pengetahuan melalui ilham, taufiq dan hidayah
(bisikan hati dan suara qalbu). Pemberian Allah S.W.T. kepada seseorang kerana
bersihnya hati yang dimiliki. Hati mempunyai keupayaan pentaakulan dan daya
faham seperti kemampuan akal, dapat mengetahui dan menemui kebenaran.
Pengetahuan yang diperoleh melalui mata hati dapat membedakan yang benar dari
yang palsu, yang betul dari yang salah, kebaikan dari keburukan. Untuk
memperoleh pengetahuan bersumberkan hati, seseorang itu perlu mempunyai hati
yang suci dan ini dapat dicapai melalui latihan penyucian hati (purification of
the heart). Sekiranya manusia dapat menggunakan akal dan hatinyanya dalam
mengeluarkan buah fikiran, maka dapat dikatan telah menggunakan akalnya dengan
benar dan bijaksana.
Kemampuan mengggunakan buah fikiran yang baik
dan berguna inilahyangbakal mengangkat darj at "keinsanan manusia
dibanding hewan". Sejarah membuktikan bahwa manusia bertindak tanpa
menggunakan akal dan buah fikirannya dapat terjerumus ke dalam darjat
kebinatangan, bahkan lebih dahsyat atau lebih hina daripada binatang. Keputusan-keputusan
dan tindakan-tindakan yang dibuat oleh manusia ada hubungannya dengan kemampuan
berpikir. Sekiranya keputusan dan tindakan yang bermanfaat atau positif kepada
dirinya dan orang lain, ia dikatakan keputusan yang arif dan bijaksana.
Sebaliknya, jika keputusan tidak bermanfaat kepada diri, orang lain, keputusan
itu dikatakan tidak arif dan bijaksana.
Berpikir merupakan proses pengetahuan
hubungan antara stimulus dan respons dari kegiatan kognitif tingkat tinggi (higher
level cognitive). Betapa perlu dan pentingnya aktivitas berpikir untuk diri
manusia adalah jelas sebagaimana digambarkan di dalam maksud sebuah hadis Nabi
"berpikir sesaat itu lebih baik daripada sembahyang sunat selama tujuh
puluh tahun". Manakala di dalam kitab suci Al-Quran perkataan yang merujuk
kepada kata aqal disebut sebanyak 40 kali. Allah SubhanahuWataala (S.W.T) juga
menghina dina manusia yang tidak mau menggunakan akal pirkiran. Apabila Allah
S.W.T memberitahu manusia, "Lihatlah bulan, lihatlah langit, lihatlah
bintang dan fikirkan". Menyadari kebesaran Allahutaala melalui ciptaanya
seperti bumi, bulan, bintang dan matahari adalah tanda seseorang itu sebenarnya
menggunakan akalnya untuk berpikir. Justeru itu, berpikir adalah sesuatu yang
menjadi tuntutan dan seharusnya dilakukan oleh manusia dalam setiap aktivitas
dan tindak tanduk yang dilakukan. Namun bagitu, tidak banyak di antara kita
yang memahami pengertian serta seluk-beluk berpikir yang sewajarnya.
A. Perspektif Sejarah
Kemampuan Berpikir
1) Sejarah Berpikir
Zaman Socrates
Kemampuan berpikir
dari perspektif sejarah dan kesannya terhadap pemahaman tentang konsep
kemampuan berpikir itu sendiri. Barat menjadikan dasar berpikir Aristotle,
Plato dan Socrates sebagai landasan mengembangkan ilmu dan kehidupan. Dalam
tradisi orang-orang Islam pemikiran kritis memang menjadi landasan dalam
membuat sesuatu keputusan, tafsir dan takwil. Menafsir al- Quran dan hadis
dilakukan secara kritis supaya hasil pemikiran sesuai dengan kebenaran.
Kebenaran dalam Islam merujuk kepada sumber naqliah atau sumber wahyu. Wahyu
adalah autoritas atau wibawa yang tertinggi dalam mengarah manusia berpikir
supaya kebenaran yang diterima tidak saja zahir tetapi memberi makna yang
hakiki.
Berpikir secara
kritis membimbing pemikir ke arah kebenaran. Puncak dari berpikir menemukan
manusia mengenai kebenaran. Proses berpikir kritisal membolehkan seseorang
membedakan yang benar dengan yang salah, yang buruk dengan yang baik, yang
bermanfaat dan mudarat. Sudah tentu dasar yang memberikan kemampuan seseorang
berpikir kritis adalah ilmu, pengalaman, diskusi dan dalam tradisi Islam
diakhiri dengan hikmah. Hikmahlah merupakan jalan terbaik membimbing manusia
menemui kebenaran.
Berpikir yang juga
dikenal pada awalnya sebagai pemikiran kritis yang juga merangkumi pemikiran
kreatif telah diberi perhatian istimewa oleh manusia semenjak zaman Socrates,
2500 tahun yang lalu. Pada zaman itu, pemikiran kritis dan kreatif dalam
kehidupan manusia, Socrates telah sukses menggunakan persoalanuntukmenilai
dalam meningkatkan kemampuan berpikir. Socrates telah menyatakan bahwa buah
fikiran yang berkualitas tidak semestinya dihasilkan oleh seseorang yang
mempunyai kekttasaan atau authoritas saja. Beliau telah membuktikan bahwa
seseorang yang mempunyai kekuasaan dan kedudukan, kadang-kadang dapat melakukan
tindakan yang membingungkan dan tidak diterima akal. Beliau menyarankan betapa
pentingnya persoalan-persoalan tingkat tinggi yang beliau sebut sebagai `deep
questions' diajukan untuk seseorang berpikir secara kritis dan kreatif sebelum
pemikiran tersebut dapat diterima dan digunakan sebagai pengambilan keputusan.
Dia juga menyatakan
betapa pentingnya seseorang berupaya melahirkan argumen yang kuat sebelum
menghasilkan pemikiran yang dapat diterima. Upaya ini dapat dilakukan untuk
melihat secara objektif, merencana, melaksanakan, menganalisis konsep-konsep
dasar, dan juga menyoritas implikasi bukan saja terhadap apa yang dinyatakan
tetapi juga apa yang telah dilakukan dengan perbuatan. Metode persoalan
Socrates yang kita kenal sebagai "Socratic questioning" atau
"Persoalan Socratic" masih di anggap sebagai satu cara terbaik dalam
pengajaran berpikir secara kritis dan kreatif dan masih banyak digunakan hingga
saat sekarang.
Socrates telah
memulai agenda berpikir dengan menggunakan persoalan sebagai alat pembangun
idea dan buah fikiran yang mantap. Persoalan telah digunakan apabila
mempermasalahkan kepercayaan dan penerangan yang lazim diterima oleh masyarakat
tanpa kritisan. Socretes dengan cermatnya memahami satu-satu kepercayaan itu
dari perspektif logis dan diterima akal dibanding dari hanya melihat secara
lahiriah dan nampak cantik dengan perasaan ego yang serasi dengan cita-cita
tersembunyi di dalam diri seseorang. Dalam upaya melihat sebagai potensi untuk
memberi kesenangan yang didasarkan kepada argumen, bukti atau dasar keyakinan
yang tidak dapat diterima dan digunakan.
Ide Socrates dalam
berpikir secara kritis dan kreatif telah disoroti oleh Plato (murid Socrates
yang banyak membuat catatan tentang pemikiran Socrates)
dan Aristotle
(seorang lagi ahli falsafah Greek). Mereka dan ahli falsafah Greek yang lain
menyarankan betapa perlunya manusia berpikir sebelum menerima sesuatu lcerana
realiti sesuatu itu mungkin berbeza dari keadaan lahiriahnya - cuma minda yang
terlatih (trained mind) saja yang dapat membezakannya apa yang dilihat oleh
mata kasar (delusive appearances) dengan apa yang sebenarnya tersirat disebalik
kulit luarannya (the deeper realities of life). Ber-titik tolak dari saran
tradisi Greek ini, lahir keperluan bagi manusia untuk mencari kebenaran
tersembunyi (deeper realities), berpikir secara sistematik, menyoroti implikasi
secara meluas dan mendalam kerana cuma dengan berpikir secara komprehensif, 'well-reasoned'.
dan bersifat responsif terhadap tentangan_dan kejangg,-'.an saja yang memdapatkan
manusia berpikir secara mendalam daripada cuma menghayati apa yang terpapar
pada sifat lahiriah saja. Tradisi in, berhubungan dengan apa yang disarankan
oleh Islam supaya manusia meneliti kebesaran dan kehebatan Pencipta alam ini
disebalik keindahan ciptaanNya yang berupa bintang-bintang, gunung ganang,
matahari dan bulan yang sentiasa menakjubkan mereka yang ingin berpikir.
Keyakinan yang
didasarkan kepada Al-Quran, AlHadits, Ijmak dan ulama adalah mutlak dan tidak
dapat dipersoalkan. berpikirdalam Islam adalah dalam lingkungan yang dibenarkan oleh syara' dan tidak
bertentangan dengan syariat Islam itu sendiri.
2) Sejaran Berpikir
Zaman Modern
Beberapa pakar
filsafat, psikologi, pendidikan yang muncul pada abad 20 seperti Guilford,
Dewey, Meyers, Beyer, Bloom dan banyak lagi yang telah mendalami dan memberi
sumbangan yang besar terhadap perkembangan kemampuan berpikir manusia.
Tokoh-tokoh seperti Benjamin Bloom bersama rekan-rekannya yang lain termasuk
Krathwohl telah mendalami konsep penggunaan persoalan seperti yang disarankan
oleh Socrates dalam menggunakan kemampuan berpikir dengan berlandaskan domain
kognitif. , domain afektif dan domai psikomotor.
Bloom adalah orang
yang bertanggungjawab dalam memperkenalkan istilah `tingkatan pemikian' atau `levels
of thought processes'. Bloom menyatakan bahwa pemil-dran tingkat tinggi (higher-order
thought processes) hanya dapat dilakukan dan diterapkan dengan penggunaan
tujuan instruksional pembelajaran tingkat tinggi juga. Bloom juga menyatakan
bahwa semangat guru dan dosen (pendidik) dalam menggunakan persoalan dan
objektif pengajaran tingkat rendah telah melahirkan siswa dan mahasiswa
(peserta didik) yang tidak kreatif atau kritis. Ini berlaku karena guru, dosen
(pendidik) tidak sadar tentang kepentingan penggunaan tujuan pembelajaran
tingkat tinggi bagaimana membangun pemikiran kritis dan kreatif di kalangan
siswa (peserta didik).
Krathwohl dalam usaha
lain telah menghasilkan satu taksonomi yang memberi pemberatan kepada unsur
atau domain afektif dalam proses berpikir. Konsep tentang kepentingan domain
afektif dalam kesuksesan kehidupan seseorang telah dikhususi pula oleh peneliti
bidang psikologi yang terkenal seperti Daniel Goleman yang menyarankan konsep
yang dikenali sebagai `EQ' atau `Emotional Intelligence' (Kecerdasan F.mosi)
menurutnya memiliki peranan penting untuk mencapai prestasi atau kesuksesan.
Menurutnya "80% kesuksesan seseorang adalah bergantung kepada EQ dan bukan
IQnya" (Goleman, 1998). Kenyataan ini dibuat berdasarkan hajian yang dijalankannya
ke atas beribu-ribu orang ahli professional berjaya dalam lapangan
masing-masing. Konsep EQ yang diperkenalkan oleh Goleman mempunyai keselarian
dari segi konsep dan penekananan dengan domain afektif seperti yang diutarakan
oleh Krathwohl dalam taksonomi domain afektifnya.
B. Konsep Kemampuan
Berpikir
Kemampuan berpikir merupakan kegiatan
penalaran yang reflektif, kritis dan kreatif, yang berorientasi pada suatu
proses intelektual yang melibatkan pembentukan konsep (conceptualizing), aplikasi,
analisis, menilai informasi yang terkumpul (sintisis) atau dihasilkan melalui
pengamatan, pengalaman, refleksi, pentaakulan, atau komunikasi - sebagai
landasan kepada satu keyakinan (kepercayaan) dan tindakan.
Menurut beberapa pakar dalam bidang psikologi
menyatakan bahawa pengertian kemampuan berpikir, sebagai berikut: Menurut Beyer
(1984), berpikir adalah upaya manusia untuk membentuk konsep, memberi sebab
atau membuat penentuan. MenurutFraenkel (1980), berpikir merupakan pembentukan
pengalaman dan penyusunan keterangan dalam bentuk tertentu. Meyer (i977),
berpendapat bahwa berpikir melibatkan pengelolaan operasional mental tertentu
yang berlaku dalam pikiran atau sistem kognitif seseorang yang bertujuan untuk
menyelesaikan masalah.
Kemampuan berpikir "adalah manifestasi
pemikiran reflektif - ia termasuklah penangguhan penilaian, mengekalkan
pemikiran skeptik yang sihat, dan mengamalkan pemikiran terbuka". (Dewey,
1910).
Moore dan Parker (1986) pula menyatakan bahwa
kemampuan berpikir "... adalah
keyakinan berlandaskan tindakan yang cermat dan disengajakan dalam menerima,
menolak, atau menagguhkan suatu keputusan berhubungan dengan suatu dakwaan
(claims).
Sementara Meyer (1987) mendefenisikan
kemampuan berpikir sebagai "upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk
membuat generalisasi, mengandaikan dan mengendalikan kemungkinan-kemungkinan
yang berbagai, dan juga menangguhkan keputusan".
C. Berpikir Kritis dan
Keratif
Menurut Dr. Richard Paul, Direktur `The
Center for Critical Thinking' satu pusat berpikir kritis yang terkenal di
Amerika Syarikat. Beliau menyatakan bahwa kemampuan berpikir dibagi kepada dua
komponen yang penting iaitu; (i) kemampuan berpikir secara kritis; dan, (ii)
kemampuan berpikir secara kreatif.
Kemampuan berpikir secara kritis merujuk pada
pemikiran seseorang pemikiran dalam menilai kevaliditan dan kebaikan sautu ide,
buah fikiran, pandangan dan dapat memberi respons berdasarkan kepada bukti dan
sebab akibat.
Adapun jenis jenis pemikiran kritis seperti
membanding dan membeda (compareandcontrast),membuatketegori(categorization),
menerangkan sebab akibat (cause and effect), meniliti bagian dan hubungan
bagian yang kecil dengan keseluruhan; membuat andaian, membuat ramalan dan
inferensi.
Sedangkan defenisi kemampuan berpikir secara
kreatif dilakukan dengan menggunakan pemikiran dalam mendapat idea-idea yang
baru, kemungkinan yang baru, ciptaan yang baru berdasarkan kepada keaslian
dalam penghasilannya. Ia dapat diberikan dalam bentuk idea yang nyata ataupun
abstrak. Dapat dilihat bahwa berpikir secara kreatif ini dapat dilihat dalam
contoh-contoh berikut: mencipta idea yang baru, mencipta analogi dan metaphora.
Harus diingat bahwa keduadua kemampuan berpilcir secara kritis, dan kreatif
ini adalah bertujuan untuk menolong atau membantu seseorang dalam membuat
keputusan dan menyelesaikan masalah.
Mari kita lihat satu lagi perspektif penting yang
ada hubungan dengan berpikir. Dengan menggunakan EQ (kecerdasan emosi) seperti
yang diperkenalkan oleh Daniel Goleman maka hemampuan berpikir juga menegaskan
pentingnya peranan hati atau `qalbu' sebelum suatu tindakan dilakukan . atau
diyakini. Pemikiran yang didasarkan kepada domain kognitif (IQ) tanpa
memperhatikan dan mempertimbangkan pentingnya domain afektif (EQ) belum tentu
dapat menjanjikan satu-satu kesuksesan atau kebahagian yang sempurna dalam
hidup seseorang. Selaras dengan apa yang disarankan oleh Goleman (1998)
"bahwa 80% kesuksesan seseorang adalah bergantung kepada EQ dan bukannya
IQ". Konsep berhubung dengan EQ akan dijelaskan dengan mendalam dalam bab
merajaut lcecerdasan berikutnya.
Peranan hati `qalbu' yang berkaitan dengan
`afektif atau EQ' dan perannya dalam kesuksesan hidup telah tekankan dengan
tegas dalam satu hadis Nabi Muhammad Sallallahualaihiwasallam, lebih 1400 tahun
dahulu:
"Dalam tubuh manusia itu ada segumpal
daging. Sekiranya daging itu baik, maka baiklah badan itu, Sekiranya daging itu
tidak baik atau busuk, Maka tidak baik atau busuklah badan itu; Daging itu
adaluh hati".
Peranan hati dalam mewarnakan watak,
personalitas, kesuksesan dan kegagalan hidup seseorang (di dunia dan akhirat)
banyak dikupas dalam kitab suci Al-Quran dan hadis
D. Domain Kognitif
(Cognitive Domain)
Bertolak dari definisi kemampuan berpikir
yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir adalah berkaitan dengan seseorang/individu dalam menggunakan
kedua-dua domain kognitif dan afektif dalam usaha untuk mendapatkan atau
memberikan informasi, menyelesaikan masalah atau membuat keputusan. Dalam lain
perkataan, kemampuan berpikir adalah kemampuan seseorang menggunakan otak
(domain kognitif/aqal) dan hati (domain afektif/qalbu) sebagai landasan kepada
keyakinan (beliefl atau tindakan (actions).
Dari definisi tersebut dapatlah dipahami
bahwa domain kognitif adalah berpikir berlandaskan menggunakan otak. Bloom mengkategorikan
domain kognitif kepada enam tingkat. Tingkat-tingkat tersebut terdiri dari;
pengetahuan (literal), kefahaman (comprehension), aplikasi (application), analisis
(analysis), sintaksis (synthesis) dan penilaian (evaluation).
Tingkat pemikiran (levels of thought
processes) yang diketengahkan oleh Bloom dapat dibahagikan kepada dua kategori
penting: tingkat rendah (low-order or convergent) dan tingkat tinggi (higher-order
or divergent). Pemikiran tingkat rendah adalah terdiri dari tingkat `pengetahuan'
dan `kefahaman'. Sementara pemikiran tingkat tinggi, menurut Bloom adalah
bermula dari tingkat `aplikasi' membawa kepada `penilaian'. Pemikiran tingkat
rendah adalah dikatakan tidak bagitu baik untuk menaja pemikiran kritis dan
kreatif. Menurut Bloom, pemikiran kritis dan kreatif hanya dapat diperbaiki
melalui latihan berpikir yang melibatkan tingkat tinggi iaitu tingkat
`aplikasi'sehingga `penilaian'. Bloom dalam kajiannya berhubung dengan objektif
pengajaran yang dijalankan di Amerika Syarikat mendapati bahwa guru-guru amat
gemar menggunakan tujuan pembelajaran berdasarkan pemikiran tingkat rendah.
Menurut Beyer dalam model berpikirnya yang
dikenali sebagai 'Functional Thinking'. domain kognitif merangkumkan beberapa
kedapatan yang terdiri daripada, membuat keputusan (decision-making), menyelesaikan
masalah (problem-solving) dan membangun konsep (conceptualizing) sebagai
tingkat yang tertinggi. Ini diikuti oleh pemikiran kritis (critical thinking), dan
pemikiran kreatif (creative thinking) pada tahap sedikit rendah dari yang
pertama. Tahap seterusnya adalah terdiri dari proses (processing) dan pemaknaan
(reasoning) dan tahap yang terendah sekali adalah terdiri dari mengingat (recalling)
dan menyimpan atau merekam fakta (recording). terkumpul
(sintisis) atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi,
pentaakulan, atau komunikasi - sebagai landasan kepada satu keyakinan
(kepercayaan) dan tindakan.
No comments
Post a Comment