PAI
PAISMP
Wawasan-Islam
Misi Kerasulan Muhammad SAW dan Dakwah di Makkah
1. Misi Nabi Muhammad SAW adalah Menyempurnakan Akhlak
Selain mengemban misi reformasi akidah, Nabi Muhammad SAW juga mengemban misi reformasi akhlak. Seperti telah diketahui, bahwa keadaan akhlak bangsa Arab sebelum Nabi diutus adalah akhlak Jahiliyah. Perbuatan-perbuatan seperti mabuk-mabukan, berjudi, berzina, mengubur bayi perempuan hidup-hidup dianggap perbuatan biasa bahkan dianggap pula sebagai ukuran kehebatan seseorang. Mereka tidak menyadari bahwa perbuatan-perbuatan tersebut merupakan simbol masyarakat tidak beradab.
Ketika fajar Islam mulai terbit kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut sedikit demi sedikit dikikis. Islam mengajarkan bahwa mabuk-mabukan, berjudi dan berzina adalah perbuatan tercela sehingga harus segera ditinggalkan. Islam mengajarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Bahkan Nabi mengangkat derajat kaum wanita dengan sabdanya ”Surga itu terletak di bawah telapak kaki ibu”, ataupun keutamaan berbakti kepada ibu. Nabi mengatakan hal itu di tengah-tengah kaumnya yang tidak memberi penghormatan kepada kaum wanita. Kedatangan Nabi men dorong kaumnya menjadi bangsa yang beradab dan berakhlak. Sabda beliau Rasulullah SAW yang artinya : Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. (HR. Ahmad).
Akhlak yang baik (akhlakul karimah) merupakan landasan sekaligus pengendali dalam melaksanakan semua aspek kehidupan seperti sosial, budaya, politik, pendidikan, ekonomi dan lainnya.
Dalam menyampaikan ajaran Islam termasuk aspek akhlak Nabi tidak hanya secara lisan, tetapi juga dicontohkan langsung oleh Nabi atau keteladanan, beliau sendiri mempraktekkan apa yang beliau ajarkan. Sehingga secara sukarela kaum Muslimin mengikuti dan mengamalkan ajaran-ajaran beliau dan terpatri kuat di dalam lubuk hati. Sampai saat ini dan seterusnya walaupun Nabi sudah wafat 14 abad yang lalu, umatnya tetap konsekwen menjalankan ajaran-ajarannya. Keteladanan Nabi diakui oleh Allah dalam firmanNya yang artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari Kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah (QS. Al Ahzab : 21)
Para sahabat adalah manusia yang sangat beruntung karena diperkenankan mencontoh langsung budi pekerti agung Rasulullah. Sebuah hadits yang dikeluarkan oleh sahabat Anas RA mengatakan : Rasulullah SAW adalah manusia yang terbaik akhlaknya. (HR. Muttafaq ’Alaih)
Keteladanan akhlak hanya lahir dari sosok yang berakhlak agung, budi pekerti luhur sudah mendarah daging baginya, yakni Rasulullah SAW, seperti dinyatakan pada ayat berikut ini yang artinya : Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al Qalam : 4)
Nabi Muhammad SAW telah membimbing umat manusia mencapai derajat kemuliaan dengan akhlak yang dimilikinya. Dengan kemuliaan akhlaknya seseorang dapat diterima dengan mudah dalam pergaulan sehingga dia dapat menyumbangkan kemampuannya. Akhirnya dia menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Nabi pernah bersabda yang artinya : Orang yang terbaik di antara kamu adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. (Al Hadits)
2. Nabi Muhammad SAW sebagai Rahmat bagi Alam Semesta
Sebagaimana telah dipelajari pada semester I, bahwa diutusnya Nabi Muhammad SAW bersifat universal atau berlaku untuk semua umat manusia bahkan seluruh alam semesta (rahmatan lil ’alamin) sampai akhir jaman. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al Anbiya : 107)
Ayat tersebut mengandung arti bahwa rahmat ajaran Nabi Muhammad SAW tidak hanya diperuntukkan dan dirasakan oleh kaum muslimin tetapi oleh seluruh umat manusia bahkan makhluk Allah selain manusia. Ajaran Islam penuh kedamaian, memberikan rasa keadilan bagi sesama.
Aspek akidah merupakan rahmat terbesar. Seseorang yang akidahnya kokoh akan melandasi aspek-aspek kehidupan lainnya. Pada aspek akidah, Nabi telah mengembalikan kemurnian ajaran tauhid yang dibawa oleh Rasul-rasul sebelumnya, sekaligus mengkoreksi semua penyimpangan akidah seperti penyembahan berhala dan praktek kemusyrikan lainnya. Akidah dikembalikan pada hakekat semula yakni tiada tuhan selain Allah. Dengan demikian Nabi telah melakukan reformasi akidah secara total, sehingga orang-orang yang menerima, meyakini dan mengamalkan ajaran Nabi berarti sudah kembali ke alam tauhid dan selamat dari jurang kemusyrikan.
Dengan akidah tauhid umat manusia dipersatukan oleh satu keyakinan yaitu akidah Islamiyah. Semua manusia sama kedudukannya di mata Allah, yang membedakannya hanyalah ketaqwaannya, sebagaimana firman Allah yang artinya ” Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertaqwa”. Berdasarkan ayat ini jurang pemisah antara si kaya dan si miskin tidak ada lagi, demikian juga penindasan golongan. Inilah rahmat yang dapat dirasakan secara semesta.
Pada ayat lain Allah SWT berfirman yang artinya : ... Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. (QS. Al Isra : 105)
Di dalam ayat Al Quran banyak disebutkan tentang kabar gembira (basyiran), seperti balasan surga bagi orang-orang beriman di akhirat nanti. Kabar ini memberikan motivasi kepada umat Islam untuk mengamalkan ajaran Islam secara benar. Di sisi lain banyak pula disebutkan tentang peringatan (nadziran) seperti siksa akhirat bagi mereka yang melanggar syariat Islam.
Nadziran ini menjadi pengendali bagi umat Islam untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar syariat Islam. Antara basyiran dan nadziran ini sebaiknya berjalan bersama untuk menjaga keseimbangan antara motivasi dan pengendali. Dengan adanya keseimbangan ini umat Islam tetap bersemangat dalam menjalankan syariat Islam secara konsekwen namun tetap berhati-hati agar tidak melakukan pelanggaran syariat.
Dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok pemurni akidah, penyempurna akhlak, teladan terbaik dan penerang semesta alam dengan semua ajarannya yang paripurna, berlaku untuk seluruh umat manusia dan makhluk Allah yang lain.
3. Meneladani Perjuangan Nabi dan Para Sahabat dalam Menghadapi Masyarakat Makkah
Secara garis besar dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah dibagi menjadi dua bagian, yaitu dakwah secara sembunyi-sembunyi dan dakwah secara terang-terangan. Dakwah secara sembunyi dimulai setelah wahyu kedua turun, yaitu surat Al Mudatstsir 1 – 7 yang artinya : Hai orang yang berselimut, bangunlah lalu berilah peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah. (QS. Al Mudatstsir: 1 – 7).
Nabi menyadari benar bahwa kondisi umat Islam waktu itu masih lemah, oleh karena itu dakwah dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau secara diam-diam, dari pintu ke pintu dan dari mulut ke mulut. Kegiatan dakwah dipusatkan dirumah Arqam bin Al Arqam. Pada saat akan melaksanakan ibadah, mereka harus mengambil tempat yang tersembunyi di luar Makkah untuk menghindari gangguan dari kaum Quraisy. Sahabat Nabi Muhammad SAW yang masuk Islam pada periode ini adalah Khadijah, Ummu Aiman dan Fatimah bin Khaththab dari golongan wanita; Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Harits dari golongan anak-anak; Abu Bakar, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin ’Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqash, Zubair bin Awwam, Abu Ubaidah bin Jarrah, Arqam bin Abil Arqam, Said bin Zaid Al Adawi, dan beberapa sahabat lainnya. Para sahabat tersebut dijuluki dengan ”Assabiqunal Awwalun” atau orang-orang yang pertama masuk Islam. Dakwah dengan secara sembunyi-sembunyi ini berlangsung selama tiga tahun.
Tidak lama kemudian turunkan wahyu yang memerintahkan Nabi Muhammad SAW berdakwah secara terang-terangan, yakni surat Asy-Syu’ara ayat 214 – 216 : yang artinya Dan berilah peringatan kepada kaum kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu kepada orang-orang yang mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman, jika mereka mendurhakaimu, katakanlah : ”Sesungguhnya aku tidak bertanggungjawab terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. Asy-Syu’ara ayat 214 – 216)
Dan surat Al Hijr ayat 94 yang artinya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (QS. Al Hijr : 94)
4. Konsep Muhammad Saw Sebagai Penutup Para Nabi Serta Implikasinya Dalam Kehidupan Sosial Serta Keagamaan
Dalam sangkutannya dengan Nabi, praktek tabanni (yang beliau lakukan untuk bekas budaknya yang dimerdekakan oleh beliau sendiri, Zayd [ibn Haritsah]) mengakibatkan sebutan Nabi sebagai "bapak" seseorang diantara kaum beriman, yaitu Zayd (maka ia disebut Zayd ibn Muhammad), dengan mengesampingkan kaum beriman yang lain. Maka firman Allah mengenai hal ini terbaca: "Muhammad itu bukanlah bapak seseorang dari antara kaum lelakimu, melainkan Rasul Allah dan penutup para Nabi." Kemudian, mendahului firman itu terbaca firman: "Nabi lebih berhak atas kaum beriman daripada diri mereka sendiri, dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka..." Sudah tentu yang dimaksud bahwa isteri-isteri Nabi itu adalah
ibu-ibu kaum beriman ialah dalam pengertian spiritual. Maka Nabi sendiri, sementara dinyatakan sebagai bukan bapak salah seorang diantara kaum beriman, adalah bapak (spiritual) seluruh kaum beriman, yakni, panutan mereka semua. Inilah yang dapat kita simpulkan dari rangkaian firman-firman yang relevan. Muhammad Asad menjabarkan bahwa penegasan itu mengandung arti penolakan kepada pandangan bahwa adanya hubungan fisik (keturunan) dengan Nabi mempunyai makna spiritual tersendiri; sebaliknya, karena hubungan kebapakan kepada Nabi dan keibuan kepada para isteri beliau itu harus dipahami hanya sebagai hubungan spiritual (dan mustahil sebagai hubungan fisikal), maka kedudukan seluruh kaum beriman dalam hal ini di hadapan beliau adalah mutlak sama. Pengertian ini lebih-lebih lagi sangat logis karena Nabi Muhammad saw adalah Utusan Allah yang terakhir.
Untuk pengertian "penutup" itu al-Qur'an menggunakan istilah "khatam," yang secara harfiah berarti "cincin," yaitu cincin pengesah dokumen (seal, stempel), sebagaimana Nabi Muhammad sendiri juga memilikinya (antara lain beliau pergunakan mereka yang sahkan surat-surat yang beliau kirim ke para penguasa sekitar Jazirah Arabia saat itu). Jadi fungsi Nabi Muhammad saw terhadap para Nabi dan Rasul sebelum beliau ialah untuk memberi pengesahan kepada kebesaran, kitab-kitab suci, dan ajaran mereka. Hal ini tersimpul dari penjelasan tentang kedudukan al-Qur'an terhadap kitab-kitab suci yang lalu, yaitu sebagai pembenar (mushaddiq) dan penentu atau penguji (mahaymin), disamping sebagai pengoreksi (furqan) atas penyimpangan yang terjadi oleh para pengikut kitab-kitab itu. Penegasan itu kita dapatkan dalam al-Qur'an dalam deretan keterangan tentang kaum Yahudi dan Kristen, disertai harapan agar mereka benar-benar menjalankan ajaran agama mereka masing-masing dengan baik, dan dirangkaikan dengan penegasan pluralitas kenyataan hidup manusia, termasuk dan terutama hidup keagamaannya. Di sini akan dikutip deretan firman itu, karena amat patut (dan di zaman sekarang cukup mendesak) untuk disimak dan direnungkan akan makna dan semangatnya.
Mereka (kaum Yahudi) itu suka mendengarkan kedustaan dan memakan harta terlarang. Kalau mereka datang kepadamu (Muhammad) maka buatlah keputusan hukum antara mereka (berkenaan dengan perkara yang menyangkut mereka), atau berpalinglah dari mereka. Jika engkau berpaling dari mereka, maka mereka tidaklah akan merugikan engkau sedikitpun juga Dan jika engkau buat keputusan hukum, maka buatlah keputusan hukum itu antara mereka dengan adil.
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat keadilan. Tetapi bagaimana mereka akan meminta hukum kepadamu, padahal mereka punya Taurat yang didalamnya ada hukum Allah kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari keputusanmu). Mereka bukanlah kaum yang (benar-benar) beriman.
Sesungguhnya Kami (Tuhan) telah menurunkan Kitab Taurat yang didalamnya ada hidayah dan cahaya, yang dengan Taurat itu para Nabi yang berserah diri (kepada Allah) membuat keputusan hukum untuk mereka yang beragama Yunani, demikian pula mereka yang ber-Ketuhanan (rabbaniyyun) dan para pendeta mereka, karena perintah agar mereka memelihara kitab Allah, dan mereka menjadi saksi atas hal itu. Maka janganlah kamu takut kepada manusia, melainkan takutlah kepada-Ku, dan jangan pula kamu menjual ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barangsiapa tidak menjalankan hukum dengan yang diturunkan Allah maka mereka adalah kaum yang kafir.
Dan telah kami tetapkan bagi mereka (kaum Yahudi) dalam Taurat bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, kuping dengan kuping, gigi dengan gigi, dan luka pun ada balasannya. Namun barangsiapa melepaskan haknya (untuk membalas), maka hal itu menjadi penebus bagi (dosa)-nya. Dan barangsiapa tidak menjalankan hukum dengan yang diturunkan Allah maka mereka adalah kaum yang zalim.
Dan Kami susuli atas jejak mereka dengan Isa putera Maryam sebagai pendukung bagi kitab yang ada sebelumnya, yaitu Taurat. Dan Kami karuniakan kepadanya Injil, didalamnya ada hidayah dan cahaya, sebagai mendukung kebenaran kitab yang ada, yaitu Taurat, dan sebagai petunjuk dan nasihat bagi mereka yang bertaqwa.
Karena itu hendaknyalah para penganut Injil itu menjalankan hukum dengan apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak menjalankan hukum dengan yang diturunkan Allah maka mereka adalah kaum yang fasik.
Dan Kami turunkan kepada engkau (Muhammad) dengan benar, sebagai pendukung bagi yang ada sebelumnya, yaitu kitab-kitab suci (terdahulu) dan sebagai penentu (kebenaran kitab yang lalu itu). Maka jalankan hukum dengan yang diturunkan Allah, dan jangan mengikuti keinginan mereka sehingga menyimpang dari yang datang kepada engkau, yaitu kebenaran. Untuk masing-masing dari kamu (ummat manusia) telah Kami tetapkan tatanan hukum (syir'ah, syari'ah) dan jalan hidup (minhaj). Jika seandainya Allah menghendaki, maka tentu akan dijadikannya kamu sekalian ummat yang tunggal. Tetapi Dia hendak menguji kamu berkenaan dengan hal-hal yang telah dikaruniakan kepada kamu. Maka berlombalah kamu sekalian untuk berbagai kebajikan. Kepada Allah tempat kembalimu semua, maka Dia akan menjelaskan kepadamu tentang perkara yang pernah kamu perselisihkan.
Penafsiran terhadap ayat-ayat Ilahi ini amat baku di kalangan para ahli dan 'ulama. Pertama, dalam firman itu terdapat penegasan bahwa para penganut agama, dalam hal ini Yahudi dan Kristen, harus menjalankan ajaran kebenaran yang diberikan Allah kepada mereka melalui kitab-kitab mereka, berturut-turut Taurat dan Injil. Kalau mereka tidak melakukan hal itu, maka mereka adalah kafir dan zalim. Kedua, al-Qur'an mendukung kebenaran dasar ajaran-ajaran dalam kitab-kitab suci itu, tapi juga mengujinya dari kemungkinan pengimpangan oleh para pengikutnya. Jadi al-Qur'an mengajarkan tentang kontinuitas agama-agama Tuhan -sebagaimana banyak ditegaskan di berbagai tempat lain dalam al-Qur'an- sekaligus ajaran tentang perkembangan agama-agama Tuhan itu dari masa ke masa.
Segi kebenaran yang didukung dan dilindungi oleh al-Qur'an ialah kebenaran asasi yang menjadi inti semua agama Allah, khususnya Tawhid atau paham Ketuhanan Yang Maha Esa. Inti agama yang umum itu dinyatakan dalam istilah Arab al-din, yang seperti dijelaskan oleh Muhammad Asad mengandung makna kebenaran-kebenaran agama/spiritual yang asasi dan tidak berubah-ubah, yang menurut al-Qur'an diajarkan kepada setiap Utusan Allah. Jadi semua Nabi dan Rasul membawa ajaran inti keagamaan (din) yang sama, kecuali jika diselewengkan atau diubah oleh para pengikutnya. Namun para Nabi dan Rasul tidak membawa sistem hukum (syir'ah, syari'ah) ataupun cara hidup (minhaj, way of life) yang sama. Perbedaan dalam segi ini membawa kepada adanya kenyataan plural agama-agama, yang sepanjang ajaran al-Qur'an tidak perlu kita persoalkan, karena itu sudah menjadi kehendak Allah (Dia tidak menghendaki masyarakat tunggal manusia), dan Allah pula yang akan menjelaskan adanya perbedaan ini.
Dari urutan dan logika ajaran al-Qur'an itu dapat dilihat letak pandangan bahwa al-Qur'an adalah kulminasi semua kitab suci, dan bahwa penerimanya, yaitu Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi dan Rasul. Sebab ajaran yang dibawakannya adalah perkembangan akhir dari semua agama, menuju kesempurnaan. Maka Nabi Muhammad sebagai penutup segala Nabi juga berarti bahwa beliau diutus untuk sekalian ummat manusia:
Katakan olehmu (Muhammad): "Wahai sekalian ummat manusia! Sesungguhnya aku adalah Utusan Allah kepada kamu sekalian, yang bagi-Nya kekuasaan seluruh langit dan bumi; tiada Tuhan selain Dia yang menghidupkan dan mematikan." Maka sekarang berimanlah kamu sekalian kepada Allah dan kepada Rasul-Nya yang tak pandai baca tulis itu, yang beriman kepada firman-firmanNya. Ikutilah dia, agar kamu mendapatkan petunjuk.
Firman ini, dilihat dari letaknya, merupakan interpolasi atas deretan keterangan tentang Nabi Musa dan keturunan Israel. Maksudnya ialah menjelaskan bahwa sementara Nabi-nabi terdahulu dan ajaran-ajaran yang dibawanya tertuju khusus kepada bangsa, tempat dan zaman tertentu, namun Nabi Muhammad dan al-Qur'an tertuju kepada seluruh ummat manusia, tanpa terikat oleh bangsa, tempat maupun zaman tertentu. Sebab sesudah Nabi Muhammad saw tidak akan lagi ada Nabi, dan sesudah al-Qur'an tidak diturunkan lagi kitab suci. Oleh karena itu Nabi Muhammad saw juga disebut sebagai bukti rahmat atau kasih Allah kepada seluruh alam, khususnya seluruh ummat manusia.
Dan tidaklah Kami mengutus engkau (hai Muhammad) melainkan sebagai rahmat untuk sekalian alam. Katakan (olehmu, Muhammad), "Sesungguhnya diwahyukan kepadaku bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Apakah kamu bersedia tunduk (Islam) kepada-Nya?" Kalau mereka berpaling, maka katakana olehmu, "Ku telah sampaikan hal ini kepada kamu semua tanpa perbedaan. Dan aku tidak tahu apakah dekat (segera) atau jauh (terjadinya) apa yang dijanjikan kepada kamu (oleh Tuhan) itu.
Jadi paham Tawhid atau Ketuhanan Yang Maha Esa adalah inti ajaran al-Qur'an, sebagaimana juga inti ajaran para Nabi yang lain. Kita diperintahkan untuk tunduk (Islam) kepada Tuhan Yang Maha Esa itu. Dan ajaran inti ini telah disampaikan Nabi kepada ummat manusia tanpa perbedaan.
Dengan kata-kata lain, ajaran adalah universal. Muhammad Asad menjelaskan segi-segi yang mendukung universalitas al-Qur'an, yaitu, pertama, seruan al-Qur'an tertuju kepada seluruh ummat manusia, tanpa mempedulikan keturunan, ras dan
lingkungan budayanya: kedua, fakta bahwa al-Qur'an menyeru semata-mata kepada amal manusia dan karenanya, tidak merumuskan dengan yang bisa diterima atas dasar kepercayaan buta semata; dan akhirnya, fakta bahwa -berbeda dari semua kitab suci yang diketahui dalam sejarah- al-Qur'an tetap seluruhnya tak berubah dalam kata-katanya sejak ia diturunkan dalam belasan abad yang lalu dan akan selamanya demikian keadaannya, karena ia diantara sedemikian luas, sesuai dengan janji Illahi. "Dan Kami-(Tuhan)-lah yang pasti menjaganya" (QS. al-Hijr/15:9). Berdasarkan tiga daftar isi muka al-Qur'an merupakan tahap akhir wahyu Tuhan, dan Nabi. Muhammad adalah penutup segala Nabi.
No comments
Post a Comment